Jumat, 14 Juni 2013

Tulisan Sofskill (Hubungan Industrial Pancasila)


HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN Perubahan politik dapat di ketahui bahwa selalu berdampak pada dunia usaha dan buruh di indonsia.Kaitan antara dunia usah dan buruh selalu memasuki masalah-masalah yang berhubnungan dengan buruh dan manajemen atau masalah yang sering dikenal adalah ,labour relation, atau hubungan buruh atau hubungan industrial.Masalah ini selalu berhubungan dengan perseteruan antara, political system dengan ecomonic system.Ini artinya apabilah terjadi hubungan pada political system dengan ecomonic system,maka pengaruhnya akan berdampak pada industrial relation system dan industrial system.Apakah pengaruh itu bersifat positif atau pengaruhnya bersifat negatif. Namun sehubugan degan hubungan perburuan dan hubungan perindustrian, maka yang penting di perhatian adalah hubungan industri degan buruh.Hubungan industri degan buruh menurut, Dunlop bahwa hubungan industrial adalah merupakaan sebuah sistem hubungan yang independen dan meliputi, aktor,idiologi,pelaku industri ,proses dan sistem pengeluaran.
ANALISIS KRITIS HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA
Hubungan Industri di Era Orde Lama. Hubungannya dengan kekuatan politik dimasa orde baru perusahan menjadi penyokong dana pemerintah dan juga penyokong dan pemilihan umum itulah hubugan sistem politik dan sistem hubungan industrial untuk mempengaruhi aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau asosiasi pengusaha untuk mendukung kepentingan politik elit orde lama. Dengan demikian lahirlah sistem hubungan industrial untuk mendukung kepentingan politik orde lama.Pengusaha dan pemerintah bekerja sama untuk saling menguntungkan.Sementara buruh tetap menjadi pekerja bisa. Di era orde lama pemerintah yang berkuasa belum secara riil memikirkan bagai mana pengelolaan umberdaya alam untuk kepentingan nasional .Pengusaha yang bekerja hanay cenderung pada bidang jasa dan perpajakn serta bahan pokok.Akan tetapi serikat-serikat pekerja pada masa ode baru cukup mempunyai pengaruh yang besar dalam mendukung PKI dan juga PNI karena rata-rata pendukung PKI dan PNI benar-benar dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi negara pada masa orde baru sangat kacau dn investor yang hendak menanamkan sahamnya di Indonesia juga mksih terlalu sedikit akan tetapi amarika serikat dan sekutunya telah bekerja sama memberikan berbagai bantuan kepada militer degan tujun agar amerika serikat dan sekutunya mendapatkan dukungan ekonomi dan pengelolahan pertambangan yang ada di indonesia.Upaya ini berhasil di manfaatkan melalui perang dingin dan itulah cela yang tetap amerika dan sekutunya mulai mengendalikan indonesia secara politik dan ekonomi hingga hari ini.Terutama dalam pengelolahan pertambagan di indonesia.Buruh indonesia yang banyak bekerja di perusahaan-perusahaan asing akan tetapi mekanisme pengelolahan perusahaan asing memakai hukum internasional sehingga buruh di indonesia di atur berdasarkan kepentingan pemodal yang memakai hukum internasional untuk mengendalikan buruh di indonesia. Kekurangan buruh di indonesia adalah dalam setiap tindakan politk hanya menolak kebijakan pemerintah akan tetapi yang penting di tolak adalah pemodal asing dan elit pengusaha nasional yang mengendalikan pemerintah.Kondisi ini terjadi di masa orde lama dimana buruh dan pemerintah tidak mampu membendung kepentingn politik dan ekonomi internasional di indonesia.
 Hubungan Industri di Era Orde Baru. Pada tahun 1974 pemerintah orde baru melahirkan gagasan mengenai konsep hubungan industrial pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial-budaya dan nilai-nilai tradisional Indonesia. HIP yang kemudian diatur dalam SK Menaker RI No. 645/Men/1985 ini menata hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan pada jiwa lima sila dalam Pancasila . HIP memberi tekanan pada kemitraan antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Konsep hubungan industrial pancasila berdasarkan pada tiga azas kemitraan, yaitu: mitra dalam produksi, mitra dalam tanggungjawab, dan mitra dalam keuntungan, antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Tujuan konsep ini adalah untuk mewujudkan masyarakat industri yang ideal . Dalam HIP pekerja/buruh dan pengusaha, mempunyai tanggungjawab dan hak serta kewajiban terhadap satu sama lain pada posisi yang seimbang. Faktor yang dijadikan rujukan untuk menentukan keseimbangan hak dan kewajiban tersebut adalah rasa keadilan sosial dan batas kewajaran, bukan faktor kekuasaan. Misi yang ingin dicapai HIP adalah terciptanya ketenangan dalam bekerja dan berusaha, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan, serta peningkatan harkat dan martabat pekerja/buruh. Jika kondisi seperti ini dapat diwujudkan, maka diharapkan HIP dapat mendorong terwujudnya kondisi hubungan industrial yang harmonis. Pada gilirannya, keadaan ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi stabilitas politik dan sosial, sesuatu yang sangat dipentingkan pemerintah pada era tersebut.Beberapa hal yang membedakan HIP dengan hubungan industri lainnya adalah:
1). Pekerja/buruh bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, dan bangsa dan negara,
2). Pekerja/buruh bukan hanya sebagai faktor produksi, tetapi juga sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya,
3).Pekerja/buruh dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama,
4). Setiap perbedaan pendapat antara pekerja/buruh dan pengusaha diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat dan
5). Harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan.         Untuk mewujudkan HIP, diperlukan sarana utama, yaitu adanya: SP/SB, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), peraturan penyelesaian perselisihan industrial, dan peraturan perundang-undangan. Dalam praktek, hubungan industrial seperti yang dicita-citakan oleh HIP tidak sepenuhnya dapat diwujudkan. Kepentingan pekerja/buruh sering dimanfaatkan oleh pengusaha dan penguasa, sehingga proses marjinalisasi posisi pekerja/buruh terus berlangsung. Dengan disertai banyak catatan, barangkali konsep HIP yang sudah diterapkan dengan sangat sukses adalah sebagai alat Pemerintah Orde Baru untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan politik. Melalui kerjasama antara pengusaha dan penguasa, unjuk rasa pekerja/buruh memang dapat diredam, tetapi sebenarnya kunci persoalan dalam hubungan industrial justru tidak terpecahkan, misalnya mengenai makna dari kemitraan yang dicantumkan dalam HIP.
Hubungan Industri di Era Orde Reformasi. Meskipun kewenangan dalam urusan ketenaga kerjaan seharusnya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, dalam prakteknya hal ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Menteri Tenaga Kerja (Menaker), misalnya, masih bertanggungjawab mengenai perlindungan kerja, penempatan tenagakerja, serta pelatihan dan peningkatan produktivitas.Menurut Dedi Haryadi ketidakajegan hubungan industrial yang berlangsung bukan disebabkan oleh sistem dan konsepnya, melainkan karena pelaksanaan atau prakteknya . Pemerintah orde baru cukup efektif meredam unjuk rasa pekerja/buruh, dan karena itu beberapa pihak menilai orde baru telah efektif melaksanakan HIP. Sebenarnya yang dilakukan oleh Pemerintah orde baru pada masa itu adalah menekan pekerja/buruh sehingga mereka tidak dapat menyuarakan kepentingannya. Meskipun konsep HIP tidak sepenuhnya diterapkan, tidak mengherankan jika konsep hubungan industrial pancasila (HIP) masih menjadi wacana di semua wilayah studi sekalipun sudah melewati Pemerintahan Habibie, Abdurrachman Wahid, dan kini dalam era Pemerintahan Megawati. Menurut F-SPSI, hingga sekarang HIP belum sepenuhnya dilaksanakan . Federasi LEMSPSI juga berpendapat bahwa HIP tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh seluruh pihak yang terkait . Menurut sinyalemen Kadin, lebih dari 90% persoalan mogok, unjuk rasa, demonstrasi dan problem pekerja/buruh lainnya yang disebabkan oleh HIP belum terlaksana sepenuhnya pada saat kejatuhan pemerintah orde baru. Menurut Sudono, Ketua Kadin Indonesia .HIP masih merupakan konsensus nasional, artinya bila tidak dilaksanakan maka tidak ada sanksi yang dikenakan. Saat ini, konsep HI yang baru diperkenalkan belum dipahami dan diterima dengan baik, apalagi dilaksanakan. Selain persoalan kewenangan, hubungan industrial di masa transisi ini juga dihadapkan pada persoalan penetapan UMR dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sepanjang tahun 2001 UMR mengalami peningkatan antara 25-30%. Keberatan pihak pengusaha yang mencoba menunda dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa pekerja/buruh. Namun, sebelum persoalan ini diselesaikan, pada Januari 2002 pemerintah sekali lagi menetapkan peningkatkan UMP. Misalnya, di DKI Jakarta UMP naik sekitar 38% dari tahun sebelumnya. Seperti kasus tahun 2001 sebelumnya, banyak perusahaan keberatan atas penetapan UMP yang terakhir ini. Pihak perusahaan, melalui Apindo kemudian mengancam akan keluar dari Tim Penentuan UMR/UMP, dan tidak akan melaksanakan ketentuan tersebut pada Januari 2002 sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemerintah .Menghadapi keberatan pengusaha tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan meminta agar para pengusaha tetap berusaha agar dapat memenuhi ketentuan baru tersebut.Sementara Menteri Tenaga Kerja memberi peringatan keras kepada pihak pengusaha bila tidak mentaati peraturan baru tersebut.Akhirnya, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pengadilan telah memutuskan akan memberlakukan ketentuan UMP yang baru.Selain itu hubungan industrial diuji dengan adanya ketidak sepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahun 2000, serta RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pokok-pokok ketidak-sepakatan UU .Terjadi ketidak harmonisan hubungan industrial, faktor pemicunya tidak hanya disebabkan oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusaha dengan pekerja/buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau kesalah pahaman, termasuk kesalah pahaman dalam memahami peraturan pemerintah maupun peraturan perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya produksi, sebaliknya pekerja/buruh menuntut kenaikan upah lebih tinggi. Pekerja/buruh melalui serikat pekerja/buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh kehilangan kepercayaan terhadap pengusaha atau manajemen perusahaan.
ANALISIS PENUTUP Buruh dalam sistem politik mempunyai kekuatan politik degan organisasi buruhnya degan demikina buruh selalu menjadi penentu kemenangan dalam politik dan secara ekonomi para politisi selalu mendekati majikan dari para buruh untuk mendapat dukungan politik dan intulah inti mengapa buruh dan pemodal menjadi kekuatan politik dalam pemerintah karena ketika dalam politik buruh mogok dan begitu juga dalam ekonomi, maka perusahan dan pemerintah akan mengalami kerugian secara ekonomi dan secara politik akan tetapi yang menjadi persolan adalah dalam produksi buruh cenderung menjadi pengerak utama akan tetapi hasil pekerjaan yang ia kerjakan apabilah di sesuaikan dengan gaji yang ia peroleh sangat tidak sesuai dan dalam kondisi ini juga ada buruh yang pasra dengan keadaan ini ada juga buruh yang tidak menerima.Tidak ada pilihan lain.Buruh walaupun mendapat gaji yang rendah mereka tetap akan berkerja .Hal ini terjadi karena lapangan pekerjaan yang sedikit sementara tenaga kerja yang antri sangat banyak.Hal ini juga mempengaruhi pemodal melakukan apa saja dengan perhitungan bahwa kalau satu orang bekerja tidak baik dan bermanfaat atau merugikan cepat harus di PKH dan ketika terjadi PHK, maka ada ribuan karyawan yang sedang antrian untuk bekerja di perusahaan. Pemerintah dalam hal ini tidak ikut campur tangan dalam perusahaan.Buruh yang bekerja di perusahaan tersebuthanya di anggap sebatas pekerja dan bukan patner kerja yang saling menguntungkan.Buruh dalam kondisi termarginalkan walaupun pemodal juga termarginalkan akan tetapi dari aspek sosial dan keagamaan sementara buruh termaginal dalam pandangan ekonomi dan kemanusiaan (tenaga atau fisik). Namun sebagai kekuatan politik yang besar buruh dalam keadan terjebut selalu memanfaatkan kekuatannya sebagai organisasi yang mempunyai pengaruh politik dan ekonomi yang di perhitungkan negara dan pemodal. 

Sumber :  http://isepalisandy.wordpress.com/2012/09/04/sistem-hubungan-industrial-indonesia-di-kancah-internasional/

Softskill Hubungan Industrial Pancasila



Materi 8
Pemberian Upah dan Kesejahteraan Buruh

A.   Pengertian Upah dan Upah yang Wajar
Dalam Undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2) telah ditentukan landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Dengan demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja kita atas jasa-jasa yang dijualnya haruslah berupa upah yang wajar.
Dalam hokum perupahan, kita mengenal beberapa macam  perupahan, agar supaya kita dapat mengerti sampai dimana batas-batas suatu upah dapat diklasifikasikan sebagai upah yang wajar, maka sebaiknya kita mengerti dahulu beberapa pengertian tentang upah tersebut.
Menurut Undang-undang Kecelakaan no.33 tahun 1947, yang dimaksudkan dengan istilah upah adalah :
a.       Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
b.      Perumahan, makan, bahan.makanan dan pakaian dengan cuma-cuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu. 
Batasan tentang upah menurut Dewan Penelitian Perupahan adalah sebagai berikut : Upah itu merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dan atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan-peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
B.   Peranan Upah dalam Suatu Perusahaan
Upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang merupakan pengeluaran-pengeluaran dari pihak pengusaha, yang diberikan kepada para buruhnya atas penyerahan jasa-jasa dalam waktu tertentu kepada pihak pengusaha.
Jadi dalam hal pengupahan dalam suatu perusahaan akan terdapat beberapa pihak yang secara langsung dan tidak langsung telibat dalam masalah-masalahnya.
            Yang secara langsung terlibat, ialah :
a.       Pihak pengusaha atau badan usaha/perusahaan yang mempekerjakan para buruhnya dalam hal ini bagi pihak pengusaha upah itu merupakan unsure pokok dalam perhitungan ongkos produksi dan merupakan komponenharga pokok yang sangat menetukan kehidupan perusahaan.
b.      Pihak buruh yang dapat dikatakan selalu mengharapkan upah,
1.      Upah itu merupakan penghasilan dan pendorong bagi kegiatan kerja
2.      Upah itu menggambarkan besar kecilnya sumbangan para buruh terhadap perusahaan.
3.      Upah itu merupakan lambing buruh.
Adapun pihak-pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam masalah perupahan, yaitu:
a.       Organisasi Perburuhan
b.      Pemerintah
Bagi organisasi buruh, upah mencerminkan berhasil tidaknya pencapaian salah satu tujuan  dan merupakan salah satu faktor penting untuk mempertahankan adanya organisasi tersebut. Organisasi nuruh yang Pancasila memperjuangkan beberapa faktor yang lebih luas, yaitu :
a.       Upah yang dapat mensejahterkan para buruh beserta keluarganya.
b.       Peningkatan keterampilan dan kecakapan buruh agar kehidupan buruh dapat lebih meningkat.
c.       Dengan itikad yang tulus mewujudkan perdamaian dalam lingkungan perusahaan, agar dengan demikian perusahaan dapat berkembang dan perkembangan ini akan dapat member kehidupan bagi buruh yang lamadan memberi kesempatan bagi buruh baru sepanjang kurun waktu kehidupan perusahaan tersebut.

C.   Upah dan Pendapatan
Secara umum weges atau upah adalah merupakan pendapatan, akan tetapi pendapatan itu tidak selalu harus upah dalam pengertian weges. Pendapatan itu merupakan jenis penghasilan lain, umpanya keuntungan dari hasil penjualan barang yang dipercayakan kepada seseorang. Pendapatan yang dihasilkan oleh buruh atas pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan sesuai perjanjian kerja disuatu perusahaan.
Dalam menjalin hubungan kerja yang baik, mengenai masalah upah ini pihak buruh hendaknya memikirkan pula keadaan dalam perusahaannya, dalam keadaan perusahaan belum berkembang adanya upah yang layak yang diberikan perusahaan itu yang sesuai dengan upah untuk pekerjaan sejenis diperusahaan-perusahaan lainya.
            Jenis-jenis upah dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.       Upah Nominal
Yang dimaksud upah nominal adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada par buruh yang berhak secara tunai sebagai mbalan atas pengerahanjasa-jasa atau peleyanan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam suatu organisasi kerja.
b.      Upah Nyata (Real Weges)
Yang dimaksud upah nyata ialah uapah yang benar-benar harus diterima oleh seseorang yang berhak.
c.       Upah Hidup
Dalam hal ini upah yang diterima seorang buruh ini relative cukup untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan social keluarganya, misalnya bagi pendidikan, bagi bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang lebih baik,
d.      Upah Wajar (Fair Weges)
Upah wajar dimaksudkan sebagai uaph yang secara relatif bernilai cukup wajar oleh pengusaha dan oleh para buruh sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha, sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka.

Sumber : http://yulandini.wordpress.com/2010/04/08/bab-5-10-hubungan-industrial-pancasila/

 


Hubungan Industrial Pancasila



Materi 7
Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
A.   Ketentuan-Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan (Undang-Undang No.14 Tahun 1969 )

1.      Penyediaan, Penyebaran dan Penggunaan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Setiap tenaga kerja bebas memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai dengan keinginana, bakat dan kemampuannya.
Pemerintah berkewajiban mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah berkewajiban mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa, sehingga memberi dorongan ke arah penyebaran tenaga kerja secara efisien dan efektif. Merupakan kewajiban pemerintah pula mengatur penggunaan tenaga kerja secara penuh dan produktif agar tercapai pemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip “Tenaga kerja yang tepat untuk pekerjaan yang tepat”.
2.      Pembinaan Keahlian dan Kejuruan

Setiap tenaga kerja berhak atas pembiaan keahlian dan kejuruan yang bertujuan agar tenaga kerja dapat menambah keahlian dan keterampilan kerja sehingga tenaga kerja tersebut potensi serta kreasinya dapat dikembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketangkasan kerja sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembinaan bangsa.
Pemerintah mengatur pembianaan keahlian dan kejuruan yang disesuaikan dangan perkembangan teknik, teknologo dan perkembangan masyarakat pada umumnya.

3.      Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja
            Setiap tenega kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan kesusilaan, pemeliharaan tenaga kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
            Untuk mangsud tersebut diatas maka pemerintah membina perlindungan tenaga kerja yang mencangkup : norma kerja, norma kesehatan dan pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam kecelakaan kerja.

4.      Hubungan Ketenagakerjaan
Setiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja. Pembentukan serikat pekerja dilakukan secara demokratis. Kerena itu pengusaha atau siapa saja tidak dapat menbatasi, menhilangkan dan mencampuri hak tersebut.
Serikat pekerja berhak mengadakan kesepakatan kerja bersama (Penjanjian Perburuan) dengan pengusaha. Apabila serikat pekerja mengajukan kepada pengusaha secara tertulis untuk mendapatkan kesepakatan kerja bersama, maka pengusaha wajib melayaninya.
Penggunaan hak mogok, demonstrasi dan lock-out diatur dengan peraturan perundangan. Sampai sekarang belum ada peraturan yang baru sehingga dipakai aturan yang diatur Undang-undang No.22 tahun 1957.
Norma pemutusan hubungan kerja dan penyelesaian perselisihan industrial (perburuan) diatur dengan peraturan perundangan. Sampai sekarang pengaturan pemutusan hubungan tenaga kerja dan perselisihan hubungan industrial masih menggunakan undang-undang No.12 tahun 1964 dan undang-undang No.22 tahun 1957.
Pemerintah juga mengatur penyelenggaraan pertanggungan social dan bantuan social bagi tenaga kerja dan keluarganya. Untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) No.3 tahun 1992.

5.      Pengawasan Pelaksanaan
Untuk menjamin pelaksaaan pengaturan ketenagakerjaan diadakan suatu system pengwasan tenaga kerja. Untuk pengawasan ketenagakerjaan sampai sekarang digunakan Undang-undang No. 3 tahun 1951.
Setiap peratururan perundangan yang merupakan pelaksanaan dai ketentuan pokok ketenagakerjaan ini dapat memuat ancaman hukuman kurungan selama lamanya 3(tiga) bulan atau denda setinggi tingginya Rp 100.000,-(Seratus ribu rupiah ).

B.   Wajib Lapor Ketenagakerjaan (Undang-undang No.7 tahun 1981)

1.      Kewajiban Melapor
a.       Setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib melaporkan secara tertulis kepada Merteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk mengenai keadaan ketenagakerjaan perusahaannya. Keadaan ketenagakerjaan tersebut seperti :
-          Identitas Perusahaan
-          Hubungan Ketenagakerjaan
-          Perlindungan Tenaga Kerja
-          Kesempatan Kerja
b.      Yang dimaksud dengan perusahaan disini yaitu setiap bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja baik yang mencari untung atau bukan baik milik swasta maupun milik negera. Jadi setiap bentuk usaha asal mempekerjakan tenaga kerja (buruh) walaupun tidak mencari keuntungan seperti yayasan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain digoloongkan dsebagai perusahaan dan pengusaha serta pengurus wajib melaporkan keadaan ketenagakerjaan perusahaannya.

2.      Waktu Melaporkan
a.       Kewajiban melapor keadaan ketenagakerjaan tersebut dilakukan setiap tahun baik waktu mendirikan , memindahkan, menghentikan, menjalankan kembali maupun membubarkan perusahaan.
b.      Kewajiban melapor tersebut dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah mendirikan dan 30 hari sebelum memindahkan dan membubarkan perusahaan
Yang dilaporkan dalam  memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan antara lain :
-          Identitas Perusahaan
-          Alasan pemindahan, penghentian dan pembubaran
-          Kewajiban yang telah atau akan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan.

3.      Maksud dan Tujuan Melaporkan
Maksud dan tujuan melaporkan adalah agar pemerintah mendapat informasi yang resmi yang dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan ketenagakerjaan baik untuk menindak lanjuti akibat pembubaran maupun menetapkan kebijaksanaan nasional yang akan datang mengenai ketenagakerjaan.
Apabila perusahaan secara tertib melaporkan keadaan ketenagakerjaan perusahaannya, maka pemerintah akan memperoleh informasi lengkap tentang ketenagakerjaan dan dengan laporan yang berlanjut untuk setiap tahun, maka pemerintah akan memperoleh gambaran tentang kecenderungan yang sedang terjadi sehingga dapat memperkirakan keadaan yang bakal terjadi. Dengan demikian pemerintah akan membuat kebijaksanaan untuk mengantisipasi keadaan tersebut.

4.      Pelanggaran dan Ancaman Hukuman
Pengusaha atau pengurus perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban seperti :
a.       Tidak melapor selambat-lambatnya 30 hari bila mendirikan perusahaan
b.      Tidak melapor setiap tahun sesuai ketentuan
c.       Tidak melaporkan dalam jangka waktu 30 hari sebelum memindahkan, menghentikan dan mmbubarkan perusahaan
Diancam hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000

C.   Peraturan Perundang-undangan Hubungan Industrial Pancasila
Sesuai dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, berikut ini dipaparkan tentang pengupahan dan permasalahannya :
            Kedudukan, fungsi dan arti upah
-          Kedudukan dan fungsi upah adalah sebagai hak bagi pekerja dan kewajiban bagi perusahaan yang merupakan sarana untuk memelihara, melestarikan dan meningkatkan kebutuhan hidup manusia, ditetapkan atas dasar nilai-nilai tugas seorang pekerja dengan memperhatikan keseimbangan prestasi, kebutuhan kerja dan kemampuan perusahaan.
-          Yang dimaksud dengan upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persutujan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya ( PP nomor 8 tahun 1981).
Kriteria dalam Menentukan Upah
-          Struktur upah perlu disederhanakan dan diupayakan agar upah pokok lebih besar dari tunjangan lainnya
-          Idealnya, diperlukan penentuan komponen upah secara umum yang dapat digunakan untuk setiap pekerjaan dan keperluan. Tetapi kenyataannya hal ini sukar untuk dilakukan karena perbedaan prinsip –prinsip penggunaannya. Karena itu diperlukan kertaan komponen upah menurut keperluannya masing-masing yaitu :
Untuk keperluan perhitungan upah pada waktu  tidak masuk bekerja dengan hak upah antara lain, upah lembur, pensiun, tunjangan hari tua atau bonus tahunan, cuti tahunan, sakit di rumah sakit, dan lain sebagainya bahan pertimbangan pemerintah. Mengingat bahwa di Indonesia klasifikasi jabatan belum di laksanakan secara meluas sehingga bagi perusahaan tertentu tidak ada system yang jelas dalam menentukan jumlah pengupahan
                        Sistem pekerja dan sistem pengupahan
-          Pada dasarnya system pengupahan dapat ditetapkan menurut waktu atau berdasarkan upah potongan atau borongan atau kombinasi-kombinasinya. Dengan demikian jelas sistem pengupahan tidak boleh dikaitkan dengan dengan status atau kedudukan pekerja.
-          Apabila suatu pekerjaan oleh perusahaan diserahkan oleh kontraktor, maka perusahaan yang mengontrakkan pekerjaan tersebut wajib mengetahui tentang status hukum dari perusahaan konteraktor tersebut, telah menjalankan wajib lapor perusahaan.

D.   Jaminan Sosial Tenaga Kerja
A.    Pengertian dan Ruang Lingkup
      Jaminan social adalah jaminan yang diberikan kepada seseorang atas resiko social yang dialaminya. Rrsiko social itu seperti kehilangan mata pencaharian umpamanya karena salit, kecelakaan, karena sudah tua dan meninggal dunia. Resiko social itu jaga menyebabkan bertambahnya pengeluaran.
      Pelaksaan jaminan itu berbeda-beda di antara satu Negara dengan Negara lainnya. Hal itu tergantung dengan tradisi, sejarah, perkembangan social ekonomi, kemauan politik dan falsafah dari Negara tersebut. Biasanya jaminan social itu dapat berbentuk antara lain :
-          Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
-          Jaminan Pendidikan dan Pelatihan
-          Tunjangan istri dan anak
-          Pakaian kerja dan makan di tempat kerja
-          Koperasi Karyawan

B.     Program yang Bersifat Wajib
1.      Ketentuan yang bersifat wajib
      Untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada pekerja maka biasanya JAMSOSTEK di suatu  negara bersifat wajib, bersifat nasional dan memberikan jaminan dasar. JAMSOSTEK yang bersifat wajib dan nasional mempunyai keuntungan antara lain :
a.       Dengan skala besar maka akan didapat manfaat secara ekonomis yaitu dengan skala besar ongkos per unit akan lebih murah dari pada dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan.
b.      Dengan dilaksanakan secara nasional merupakan perwujudan kesetiakawanan nasional dan kegotong - royongan.
c.       Penyelenggaraan JAMSOSTEK yang berskala nasional dan dijamin oleh negara maka jaminan terselanggaranya program akan lebih besar dibandingkan apabila diselenggarakan oleh perusahaan.  

Sumber : 

http://cintyasherry.wordpress.com/2012/10/08/analisa-undang-undang-tenaga-kerja-no-13-tahun-2003/