HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA
PENDAHULUAN Perubahan politik dapat di ketahui bahwa selalu berdampak pada dunia usaha dan buruh di indonsia.Kaitan antara dunia usah dan buruh selalu memasuki masalah-masalah yang berhubnungan dengan buruh dan manajemen atau masalah yang sering dikenal adalah ,labour relation, atau hubungan buruh atau hubungan industrial.Masalah ini selalu berhubungan dengan perseteruan antara, political system dengan ecomonic system.Ini artinya apabilah terjadi hubungan pada political system dengan ecomonic system,maka pengaruhnya akan berdampak pada industrial relation system dan industrial system.Apakah pengaruh itu bersifat positif atau pengaruhnya bersifat negatif. Namun sehubugan degan hubungan perburuan dan hubungan perindustrian, maka yang penting di perhatian adalah hubungan industri degan buruh.Hubungan industri degan buruh menurut, Dunlop bahwa hubungan industrial adalah merupakaan sebuah sistem hubungan yang independen dan meliputi, aktor,idiologi,pelaku industri ,proses dan sistem pengeluaran.
ANALISIS
KRITIS HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA
Hubungan
Industri di Era Orde Lama. Hubungannya dengan kekuatan politik dimasa orde baru
perusahan menjadi penyokong dana pemerintah dan juga penyokong dan pemilihan
umum itulah hubugan sistem politik dan sistem hubungan industrial untuk
mempengaruhi aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau
asosiasi pengusaha untuk mendukung kepentingan politik elit orde lama. Dengan
demikian lahirlah sistem hubungan industrial untuk mendukung kepentingan
politik orde lama.Pengusaha dan pemerintah bekerja sama untuk saling
menguntungkan.Sementara buruh tetap menjadi pekerja bisa. Di era orde lama
pemerintah yang berkuasa belum secara riil memikirkan bagai mana pengelolaan
umberdaya alam untuk kepentingan nasional .Pengusaha yang bekerja hanay
cenderung pada bidang jasa dan perpajakn serta bahan pokok.Akan tetapi
serikat-serikat pekerja pada masa ode baru cukup mempunyai pengaruh yang besar
dalam mendukung PKI dan juga PNI karena rata-rata pendukung PKI dan PNI
benar-benar dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi negara pada masa orde baru
sangat kacau dn investor yang hendak menanamkan sahamnya di Indonesia juga
mksih terlalu sedikit akan tetapi amarika serikat dan sekutunya telah bekerja
sama memberikan berbagai bantuan kepada militer degan tujun agar amerika
serikat dan sekutunya mendapatkan dukungan ekonomi dan pengelolahan
pertambangan yang ada di indonesia.Upaya ini berhasil di manfaatkan melalui
perang dingin dan itulah cela yang tetap amerika dan sekutunya mulai
mengendalikan indonesia secara politik dan ekonomi hingga hari ini.Terutama
dalam pengelolahan pertambagan di indonesia.Buruh indonesia yang banyak bekerja
di perusahaan-perusahaan asing akan tetapi mekanisme pengelolahan perusahaan
asing memakai hukum internasional sehingga buruh di indonesia di atur
berdasarkan kepentingan pemodal yang memakai hukum internasional untuk
mengendalikan buruh di indonesia. Kekurangan buruh di indonesia adalah dalam
setiap tindakan politk hanya menolak kebijakan pemerintah akan tetapi yang
penting di tolak adalah pemodal asing dan elit pengusaha nasional yang
mengendalikan pemerintah.Kondisi ini terjadi di masa orde lama dimana buruh dan
pemerintah tidak mampu membendung kepentingn politik dan ekonomi internasional
di indonesia.
Hubungan Industri di Era Orde Baru. Pada tahun
1974 pemerintah orde baru melahirkan gagasan mengenai konsep hubungan industrial
pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial-budaya dan
nilai-nilai tradisional Indonesia. HIP yang kemudian diatur dalam SK Menaker RI
No. 645/Men/1985 ini menata hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang
dan jasa yang didasarkan pada jiwa lima sila dalam Pancasila . HIP memberi
tekanan pada kemitraan antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Konsep
hubungan industrial pancasila berdasarkan pada tiga azas kemitraan, yaitu:
mitra dalam produksi, mitra dalam tanggungjawab, dan mitra dalam keuntungan,
antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Tujuan
konsep ini adalah untuk mewujudkan masyarakat industri yang ideal . Dalam HIP
pekerja/buruh dan pengusaha, mempunyai tanggungjawab dan hak serta kewajiban
terhadap satu sama lain pada posisi yang seimbang. Faktor yang dijadikan
rujukan untuk menentukan keseimbangan hak dan kewajiban tersebut adalah rasa
keadilan sosial dan batas kewajaran, bukan faktor kekuasaan. Misi yang ingin
dicapai HIP adalah terciptanya ketenangan dalam bekerja dan berusaha,
peningkatan produktivitas dan kesejahteraan, serta peningkatan harkat dan
martabat pekerja/buruh. Jika kondisi seperti ini dapat diwujudkan, maka
diharapkan HIP dapat mendorong terwujudnya kondisi hubungan industrial yang
harmonis. Pada gilirannya, keadaan ini diharapkan akan dapat memberikan
kontribusi yang berarti bagi stabilitas politik dan sosial, sesuatu yang sangat
dipentingkan pemerintah pada era tersebut.Beberapa hal yang membedakan HIP
dengan hubungan industri lainnya adalah:
1). Pekerja/buruh bekerja bukan
hanya untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai pengabdian manusia kepada
Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, dan bangsa dan negara,
2). Pekerja/buruh bukan hanya
sebagai faktor produksi, tetapi juga sebagai manusia pribadi dengan segala
harkat dan martabatnya,
3).Pekerja/buruh dan pengusaha
mempunyai kepentingan yang sama,
4). Setiap perbedaan pendapat antara
pekerja/buruh dan pengusaha diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat dan
5). Harus ada keseimbangan antara
hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan. Untuk mewujudkan HIP, diperlukan sarana utama, yaitu adanya:
SP/SB, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama
tripartit, perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), Kesepakatan Kerja
Bersama (KKB), peraturan penyelesaian perselisihan industrial, dan peraturan
perundang-undangan. Dalam praktek, hubungan industrial seperti yang
dicita-citakan oleh HIP tidak sepenuhnya dapat diwujudkan. Kepentingan
pekerja/buruh sering dimanfaatkan oleh pengusaha dan penguasa, sehingga proses
marjinalisasi posisi pekerja/buruh terus berlangsung. Dengan disertai banyak
catatan, barangkali konsep HIP yang sudah diterapkan dengan sangat sukses
adalah sebagai alat Pemerintah Orde Baru untuk menciptakan stabilitas ekonomi
dan politik. Melalui kerjasama antara pengusaha dan penguasa, unjuk rasa
pekerja/buruh memang dapat diredam, tetapi sebenarnya kunci persoalan dalam
hubungan industrial justru tidak terpecahkan, misalnya mengenai makna dari kemitraan
yang dicantumkan dalam HIP.
Hubungan
Industri di Era Orde Reformasi. Meskipun kewenangan dalam urusan ketenaga
kerjaan seharusnya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, dalam prakteknya
hal ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Menteri Tenaga Kerja (Menaker),
misalnya, masih bertanggungjawab mengenai perlindungan kerja, penempatan
tenagakerja, serta pelatihan dan peningkatan produktivitas.Menurut Dedi Haryadi
ketidakajegan hubungan industrial yang berlangsung bukan disebabkan oleh sistem
dan konsepnya, melainkan karena pelaksanaan atau prakteknya . Pemerintah orde
baru cukup efektif meredam unjuk rasa pekerja/buruh, dan karena itu beberapa
pihak menilai orde baru telah efektif melaksanakan HIP. Sebenarnya yang
dilakukan oleh Pemerintah orde baru pada masa itu adalah menekan pekerja/buruh
sehingga mereka tidak dapat menyuarakan kepentingannya. Meskipun konsep HIP
tidak sepenuhnya diterapkan, tidak mengherankan jika konsep hubungan industrial
pancasila (HIP) masih menjadi wacana di semua wilayah studi sekalipun sudah
melewati Pemerintahan Habibie, Abdurrachman Wahid, dan kini dalam era
Pemerintahan Megawati. Menurut F-SPSI, hingga sekarang HIP belum sepenuhnya
dilaksanakan . Federasi LEMSPSI juga berpendapat bahwa HIP tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya oleh seluruh pihak yang terkait . Menurut sinyalemen
Kadin, lebih dari 90% persoalan mogok, unjuk rasa, demonstrasi dan problem
pekerja/buruh lainnya yang disebabkan oleh HIP belum terlaksana sepenuhnya pada
saat kejatuhan pemerintah orde baru. Menurut Sudono, Ketua Kadin Indonesia .HIP
masih merupakan konsensus nasional, artinya bila tidak dilaksanakan maka tidak
ada sanksi yang dikenakan. Saat ini, konsep HI yang baru diperkenalkan belum
dipahami dan diterima dengan baik, apalagi dilaksanakan. Selain persoalan
kewenangan, hubungan industrial di masa transisi ini juga dihadapkan pada
persoalan penetapan UMR dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sepanjang tahun 2001
UMR mengalami peningkatan antara 25-30%. Keberatan pihak pengusaha yang mencoba
menunda dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa
pekerja/buruh. Namun, sebelum persoalan ini diselesaikan, pada Januari 2002
pemerintah sekali lagi menetapkan peningkatkan UMP. Misalnya, di DKI Jakarta
UMP naik sekitar 38% dari tahun sebelumnya. Seperti kasus tahun 2001
sebelumnya, banyak perusahaan keberatan atas penetapan UMP yang terakhir ini.
Pihak perusahaan, melalui Apindo kemudian mengancam akan keluar dari Tim
Penentuan UMR/UMP, dan tidak akan melaksanakan ketentuan tersebut pada Januari
2002 sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemerintah .Menghadapi keberatan
pengusaha tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan meminta agar para
pengusaha tetap berusaha agar dapat memenuhi ketentuan baru tersebut.Sementara
Menteri Tenaga Kerja memberi peringatan keras kepada pihak pengusaha bila tidak
mentaati peraturan baru tersebut.Akhirnya, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN), pengadilan telah memutuskan akan memberlakukan ketentuan UMP yang
baru.Selain itu hubungan industrial diuji dengan adanya ketidak sepakatan
antara pengusaha dan pekerja/buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan
Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahun 2000, serta RUU
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pokok-pokok
ketidak-sepakatan UU .Terjadi ketidak harmonisan hubungan industrial, faktor
pemicunya tidak hanya disebabkan oleh perbedaan kepentingan mendasar antara
pengusaha dengan pekerja/buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau
kesalah pahaman, termasuk kesalah pahaman dalam memahami peraturan pemerintah
maupun peraturan perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha
berusaha menekan biaya produksi, sebaliknya pekerja/buruh menuntut kenaikan
upah lebih tinggi. Pekerja/buruh melalui serikat pekerja/buruh menilai
pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa berkuasa, dan kurang
memperhatikan nasib pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh kehilangan
kepercayaan terhadap pengusaha atau manajemen perusahaan.
ANALISIS
PENUTUP Buruh dalam sistem politik mempunyai kekuatan politik degan organisasi
buruhnya degan demikina buruh selalu menjadi penentu kemenangan dalam politik
dan secara ekonomi para politisi selalu mendekati majikan dari para buruh untuk
mendapat dukungan politik dan intulah inti mengapa buruh dan pemodal menjadi
kekuatan politik dalam pemerintah karena ketika dalam politik buruh mogok dan
begitu juga dalam ekonomi, maka perusahan dan pemerintah akan mengalami
kerugian secara ekonomi dan secara politik akan tetapi yang menjadi persolan
adalah dalam produksi buruh cenderung menjadi pengerak utama akan tetapi hasil
pekerjaan yang ia kerjakan apabilah di sesuaikan dengan gaji yang ia peroleh
sangat tidak sesuai dan dalam kondisi ini juga ada buruh yang pasra dengan
keadaan ini ada juga buruh yang tidak menerima.Tidak ada pilihan lain.Buruh
walaupun mendapat gaji yang rendah mereka tetap akan berkerja .Hal ini terjadi
karena lapangan pekerjaan yang sedikit sementara tenaga kerja yang antri sangat
banyak.Hal ini juga mempengaruhi pemodal melakukan apa saja dengan perhitungan
bahwa kalau satu orang bekerja tidak baik dan bermanfaat atau merugikan cepat
harus di PKH dan ketika terjadi PHK, maka ada ribuan karyawan yang sedang
antrian untuk bekerja di perusahaan. Pemerintah dalam hal ini tidak ikut campur
tangan dalam perusahaan.Buruh yang bekerja di perusahaan tersebuthanya di
anggap sebatas pekerja dan bukan patner kerja yang saling menguntungkan.Buruh
dalam kondisi termarginalkan walaupun pemodal juga termarginalkan akan tetapi
dari aspek sosial dan keagamaan sementara buruh termaginal dalam pandangan
ekonomi dan kemanusiaan (tenaga atau fisik). Namun sebagai kekuatan politik
yang besar buruh dalam keadan terjebut selalu memanfaatkan kekuatannya sebagai
organisasi yang mempunyai pengaruh politik dan ekonomi yang di perhitungkan
negara dan pemodal.
Sumber : http://isepalisandy.wordpress.com/2012/09/04/sistem-hubungan-industrial-indonesia-di-kancah-internasional/
Sumber : http://isepalisandy.wordpress.com/2012/09/04/sistem-hubungan-industrial-indonesia-di-kancah-internasional/